Jumat, 13 April 2018

[cerpen] Kegilaan Fantasi Sang Penulis


"Aku ada. Kamu milikku, tidak ada yang bisa mengambilmu dariku"

SUDUT MALAM

Hawa menyengat malam menusuk pori-pori menyebabkan membekunya hati pada malam yang penuh misteri. Tak ada lagi terlelap dalam tidur, yang ada hanya kesekian rasa penasaran yang melanda. Di sudut malam, sudut tergelap malam, sudut yang melingkupiku dengan sejuta kegelapan yang penuh misteri.
Terpaksa dengan berat hati aku kembali lagi menjalani hari yang sama seperti biasanya. Kulangkahkan kakiku kearah dapur dan kutemukan Sean seperti biasanya. Menyiapkan makanan, tentu saja.
“Hay, kau sudah bangun? Oh… ya Tuhan kau kembali lagi terbangun dengan wajah yang pucat. Apa kau bermimpi buruk lagi?” Sean mendatangiku dan mengelus kedua pipiku dengan lembut. Aku sangat beruntung memiliki Sean, sahabat sekaligus seperti ibu bagiku. Walaupun aku belum pernah merasakan kasih sayang seorang ibu sejak lahir, tapi kurang lebih pasti seperti ini.
“aku tak apa-apa Sean, aku baik-baik saja. Hari ini kau masak apa?” hanya itu usahaku untuk mengalihkan perhatian Sean setiap pagi, dan biasanya berhasil.
“oh ya, semalam aku belum sempat membeli bahan makanan. Yah, jadinya aku hanya membuat sandwich dan susu kental manis kesukaanmu” Sean menarikku kearah meja makan lalu dia melepaskan celemek merah mudanya dan dia duduk melahap makanannya hingga tak bersisa.
Setelah acara sarapan selesai, seperti biasa aku dan Sean berpisah ketempat kerja masing-masing. Sean bekerja sebagai seorang perawat di rumah sakit besar yang ada dikota tempat tingal kami, pekerjaannya sebagai seorang perawat terkadang membuatnya tak bisa pulang kerumah atau menginap dirumah sakit. Sedangkan aku… aku hanyalah pegawai swasta biasa disalah satu bank berkembang dikota ini, gajiku tak ada apa-apanya dibandingkan dengan Sean perawat terkenal sekaligus cantik.
Setelah menempuh satu jam perjalanan kekantor dengan kendaraan umum, akhirnya aku sampai juga. Sampainya aku dikantor langsung disambut riuh oleh managerku, Ben Moller.
“astaga, Luna! Akhirnya kau datang juga. Sudah sejak pagi buta aku menunggu kedatanganmu. Cepat masuklah ada yang ingin aku bicarakan denganmu, ini sangat penting” aku sudah tahu apa maksudnya sangat penting itu, dia ingin aku mengerjakan semua pekerjaan Ellie agar dia bisa bermesraaan dengan gadis penggoda itu.
“Kau tahu Luna, akhir-akhir ini bank semakin sibuk sebab banyak nasabah yang mencairkan dan meminjam uang karena tak lama lagi kita memasuki libur panjang natal dan tahun baru. Beberapa karyawan pun sulit untuk membagi waktunya antara pekerjaan kantor dengan janji menemui klien diluar kantor. Salah satunya kau pasti tau sendiri bukan? Yah… Ellie. Sama sepertimu dia adalah andalan bank, bedanya dia handal memikat hati klien dan kau menangani berkas para nasabah”.
“pak, bisa tolong langsung saja ke intinya” aku mulai tak sabar dengan basa-basinya.
“Ellie punya beberapa tugas yang belum diselesaikan di kantor sedangkan dia harus segera menemui klien besar kita di luar, jadi jika kau benar-benar gadis ulet dan baik hati yang selama ini kekenal… bisakah kau menyelesaikan tugas-tugasnya sedikit lagi?” dia selalu memasang wajah seperti itu ketika memohon hal yang sama seperti sekarang. Menjijikan.
“ya, baik. Tapi, aku akan menyelesaikan tugasku terlebih dahulu baru setelah itu jika aku punya waktu aku akan mengerjakan tugas dia semampuku” aku sedikit ketus kali ini karena aku benar-benar sudah muak dengan permintaan seenaknya ini.
“ohh…tentu saja kau pasti memiliki waktu luang. Kalau begitu saya permisi dulu, bekerjalah dengan hati-hati ya”. Dia pergi meninggalkanku dengan tawanya yang menjijikkan. Aku pun terpaksa berjalan dengan pasrah kearah meja kerjaku yang tentu saja sudah dipenuhi dengan tugas yang bahkan sebagian bukan milikku.
Hari-hari yang membosankan kembali berjalan yang dengan sesekali kuselingi dengan berpikir suatu saat aku harus keluar dari bank yang menjelma seperti penjara ini. Yah…suatu saat.
***
Sial. Waktu dijam tanganku menunjukkan pukul 20.15, ini semua gara-gara tugas Ellie, aku jadi lembur dengan tidak berguna. Aku bersumpah, aku tak akan lagi melakukan hal yang menyia-nyiakan waktuku seperti ini. Untung saja masih ada beberapa kendaraan umum yang beroperasi sehingga aku tak perlu mencari akal bagaimana untuk bisa sampai kerumah tanpa melewati jalanan yang penuh dengan sampah masyarakat.
Sesampainya aku dirumah, aku tak tahan lagi untuk segera mengguyur tubuhku dengan shower kusam milikku. Walaupun begitu aku tetap menyukainya. Sambil membasahi sekujur tubuhku yang takkan pernah membuat lelaki manapun terpesona ini, aku berpikir sesuatu yang akhir-akhir ini menjadi momok ditiap malamku. Sesuatu yang mengawasi setiap pergerakkanku dan menatapku seolah aku adalah mangsa yang sudah lama dia tunggu-tunggu. Lapar, buas dan liar.
Tiba-tiba saja pikiranku jadi kalut karena memikirkan itu. Bagaimana aku harus melewati malam yang sama kembali, jujur aku takut. Aku teringat semasa sekolahku dengan Sean, waktu itu kami pergi mencari buku di toko buku bekas. Saat sedang mencari buku, tiba-tiba mataku tertuju pada buku dengan judul “MONSTER KEGELAPAN MALAM”, dibuku itu dituliskan segala hal tentang monster-monster yang mengerikan yang berhasil membuatku langsung menutup buku itu karena ketakutan saat melihat salah satu monster yang jelek dan jahat dihalaman terakhir. Oh…aku berharap perasaan yang menggangguku tiap malam hanyalah fantasi semataku. Aku mengambil handuk dan melilitkannya ketubuhku lalu aku berjalan cepat kekamar.
Setelah mengenakan pakaian rumah, tiba-tiba saja teleponku berdering tanda pesan masuk. Aku membacanya dan ternyata itu pesan dari Sean yang mengatakan dia tidak bisa pulang malam ini karena dia bertukar sib dengan temannya yang sudah punya janji keluarga. Oke, aku sudah terbiasa dengan ini jadi tak masalah. Aku melangkah kedepan cermin besar yang dibelikkan Sean untukku, aku mematut diriku dari atas hingga bawah.
Lunar Sea, itulah nama kepajanganku, agak anehkan. Aku bahkan memiliki fashion yang aneh, ketika wanita-wanita dewasa seperti Sean, Ellie dan yang lainnya terlihat semakin cantik, aku malah terlihat mengerikan. Kau bisa bayangkan aku seperti nenek tua yang memakai kacamata petak dengan rok gantung dibawah lutut dan sepatu pansus warna krim dan tidak lupa rambut yang diikat ekor kuda. Mengerikan bukan.
 Aku tak tahan lagi melihat diriku sendiri. Kulangkahkan kakiku menuju pintu, tapi…sebelum aku benar-benar sampai kepintu hawa dingin menusuk denyut nadi di leherku, sangat dingin. Aku menahan napas dan berharap segera bisa keluar namun hawa dingin itu bahkan seakan menahan kakiku. Aku mati rasa dan kudapati tubuhku terjatuh dipelukkan seseorang yang bahkan aku tidak ketahui karena sesaat itu juga penglihatanku menggelap. Aku pingsan.
                                                                   ***
“Luna! Lunaaaa! Hey, Luna bangunlah! Ini sudah pagi…”.
Akh…kepalaku pusing sekali, aku bahkan masih kesulitan untuk membuka mataku. Tapi, aku terbangun karena mendengar suara yang sudah tidak asing lagi ditelingaku. Sean.
“iya sebentar” astaga, aku harus segera membuka pintu itu. Tapi, ya Tuhan kepalaku pusing sekali. Hanya saja, sekarang aku sudah mendapati diriku turun dari ranjang dan berjalan kepintu. Dan hal pertama yang kulihat adalah wajah kesal dan tampang berantakan Sean.
“maaf. Aku tertidur sangat lelap tadi jadinya aku tidak mendengar suaramu. Aku minta maaf sekali” ya…walaupun berantakan Sean tetap terlihat cantik, berbanding 180° dariku.
“ouh…yasudahlah. Aku terlalu lelah menanggapi kesialan yang kuhadapi barusan, aku tidur dulu ya. Hmm…tapi ngomong-ngomong ini sudah hampir jam Sembilan, apa kau tidak berangkat ke kantor?”. Astaga! Oh Tuhan apa aku tertidur selama itu?. Seketika itu juga aku merasa diriku melesat tiga kali lipat dari biasanya. Ouh…semoga saja Ben tidak membuat hariku semakin buruk saat dikantor.
                                                                   ***
Aku tidak bisa berhenti melamun sepanjang hari ini. Jika kau jadi aku, kau pasti akan memikirkan hal yang sama sepertiku.
“Luna! Kau dengar perkataanku tidak? Kau ini aku sudah bicara panjang lebar tapi kau malah melamun. Huh”
“astaga maaf, maafkan aku Lucy. Aku tidak bermaksud begitu, kau tau sendirikan akhir-akhir ini aku tidak bisa tidur nyenyak jadinya aku kurang bisa berkonsentrasi. Tapi, bisa kau ulangi apa yang barusan kau katakan?” astaga, aku tidak biasanya melamun dan tidak konsentrasai seperti ini.
“Aku bilang, kau coba pasangkan kamera perekam dikamarmu. Yah siapa tau ada manfaatnya untuk mengatasi ketakutanmu. Aku sudah selesai makan siang dan masih punya banyak kerjaan jadi aku kembali duluannya” aku hanya menganggukkan kepala sebagai balasannya. Jika kupikir-pikir saran Lucy boleh juga dicoba, lagian tidak ada ruginya bukan.
Aku lalu melahap sisa makan siangku dan langsung kembali melanjutkan kerjaan yang membuatku seakan mengalami gangguan kejiwaan tingkat akut.
                                                                   ***
“Sean! Aku boleh meminjam kamera perekammu ya. Ada sesuatu yang ingin kurekam hari ini. please...”
“oke! Tapi, harus langsung kau kembalikan ketempatnya selesai kau gunakan”.
Yes! Aku langsung berlari dan segera mengambil kamera perekam milik Sean di lemari pakaiannya. Aku sampai tidak memperdulikan Sean yang akan berangkat kerja lagi malam ini sangkin senangnya. Setelah menemukan kamera itu, aku langsung menuju kamarku dan memperhatikan keseluruhan kamar.
“kira-kira dimana tempat yang cocok untuk meletakkannya ya? Huh, semua tempat terlihat tidak...” sebelum aku benar-benar menyelesaikan pemikiranku, aku menemukan tempat yang sesuai. Diatas cermin besar milikku. Kusejajarkan kamera dengan baik. Dan setelah itu aku melakukan rutinitas biasaku dirumah. Membaca atau menulis, hanya itu. Tapi, tak terasa mataku semakin berat dan tanpa sadar akupun sudah terlelap dengan buku-bukuku dan kacamata yang masih menempel.
~~~
Gadis yang selalu mengira dirinya aneh akhirnya sudah tertidur lelap. Aneh? Mengapa dia mengatakan dirinya aneh?  Apakah karena kacamata itu?.
Dari sudut tergelap ruang kamar Luna, sesosok tubuh tegap menjulang berjalan tanpa derap kearahnya. Tangan yang terlilit indah dengan otot perlahan menyingkirkan buku-buku serta kacamata yang masih terpasang di wajah yang selama ini mampu memabukkannya.
Setelah semua sudah tersingkir dari tubuh gadis itu, dengan mata yang mampu menggelapkan harapan itu, dia mendekatkan wajahnya kearah Luna dan melakukan hal yang mampu membuat seorang gadis mengerang kenikmatan. Ketika ia hampir tak mampu untuk berhenti seperti biasanya, tiba-tiba saja dia teringat dengan sinar yang akan mengenyahkannya dari alkohol  dihadapannya itu.
Tanpa derap, dia kembali ke sudut gelap yang tersisa diruangan itu. Dan sinar pun mengisi setiap sudut-sudut gelap dikamar Luna sekaligus membangunkannya dari kenyenyakkan.
~~~
“ahh...nyaman sekali aku tidur semalam” aku bangkit dari ranjangku dan langsung melangkah ke kamar mandi.
Setelah usai berpakaian aku berniat untuk menyiapkan sarapan, tapi aku mengurungkan niatku karena teringat kamera perekam itu memiliki hasil atau tidak. Aku mengambilnya lalu langsung pergi untuk sarapan. Untung saja Sean membawa kunci cadangan jadi aku bisa langsung pergi tanpa takut Sean tiddak bisa masuk kerumah lagi.
                                                                   ***
Sewaktu makan siang kantor, aku menyaksikan apa yang direkam dikamera itu. Aku benar-benar tidak bisa berpikir waras saat mengetahui apa yang selalu membuatku merasakan hawa dingin setiap malam dan rasa penasaran yang memabukkan.
Ternyata yang menyebabkan itu semua adalah...adalah seekor kucing hitam pekat yang selalu masuk lewat jendela kamarku dan menyebabkan angin dingin malam memasuki ruang kamarku. Lalu ketika matahari akan datang kucing itu keluar dan jendela kamarku tertutup sendiri karena angin. Aneh, benar-benar kenyataan yang aneh.
Tapi, perasaanku sudah tenang sekarang. Sudah tidak ada lagi yang perlu ditakutkan. Aku pun kembali menyelesaikan pekerjaan yang tetap menumpuk tapi kali ini dengan wajah agak tersenyum. Hihihi...
                                                                   ***
Malam hari kembali tiba. Luna tertidur lelap juga kali ini, tertidur lelap hingga dia tidak sadar kalau kejadian tiap malam itu masih terus berlanjut.
Kucing hitam? Tidak, bukan kucing hitam. Ketika semasa sekolah Luna membaca buku mengenai monster-monster yang menyeramkan, tetapi sebelum sampai dihalaman yang benar-benar terakhir dia langsung menutup bukunya karena ketakutan. Dia sama sekali tidak tahu dihalaman itu terdapat segala hal tentang kucing yang ternyata adalah penjaga malam suruhan dewa untuk mengawasi keadaan manusia.
Kucing itu adalah jelmaan seorang pria tampan kepercayaan dewa hanya saja kucing hitam itu terpikat dengan kecantikan alami Lunar Sea. Yah…Luna tidak akan pernah mengetahuinya karena Luna tetap akan menganggap bahwa itu hanya kucing hitam.
“untuk saat ini aku belum ingin kau tahu. Tapi ketika tiba saatnya aku sudah sangat kecanduan padamu, saat itu juga kau tidak akan bisa melepaskan diri dari kenikmatan gelap yang kuciptakan”. Pria itu menyentuh lembut wajah Luna dan tanpa pikir mengecup singkat bibir merah muda Luna. Dan dia pun menghilang.
SELESAI