Entri yang Difavoritkan

Puisi Cerita

RUMAH PERSINGGAHAN .Intan . . Setelah perjalanan mengenal perasaan-perasaan layaknya perdu. Aku diam, berhenti. Menutup semuanya, ...

Senin, 13 Januari 2020

Puisi Cerita


RUMAH PERSINGGAHAN
.Intan
.
.
Setelah perjalanan mengenal perasaan-perasaan layaknya perdu. Aku diam, berhenti. Menutup semuanya, dan menyimpan apa yang telah di dapat.

Di bulan terakhir, pada masa-masa aku sedang disibukkan dengan tutup buku hidup tahunan.

Kehilangan dan kedatangan hadir bersamaan.

Ramah dan akrab, tapi tidak ada kesiapan sebelumnya.

Pada rumah yang bahkan belum selesai ku tata dengan baik,
            Perlahan kubuka pintunya. Agar tidak rusak.
            Amat pelan..

“aku tak berani menahan siapapun untuk terus berada di dalam rumahku. Karena kupikir aku mengenal yang namanya membebaskan”

Pernah,
Aku menghadiri ruang diskusi, di dalamnya pembicaranya mengatakan “cinta yang baik adalah cinta yang membebaskan”. Amin.

.
Rumahku, aku sedang berkerja keras membangunnya. Memilah mana yang harus dipertahankan dan mana yang harus dibuang.

Ingin sekali kupertahankan dia, tapi cintaku menuntut membebaskan.
            Aku kehilangan, seketika.
Tak ada apapun disini yang dapat kugunakan untuk mempertahankan sesuatu yang sempat berkunjung ke dalam rumahku.

“ini bukan surga dan bukan pula neraka. Ini hanyalah sekedar rumah, tempat peristirahatan. Beberapa selalu mencoba masuk, namun hanya satu yang kuijinkan masuk. Dia yang sekarang telah pergi”

.
Dalam jarak pandang yang samar, tertutup kabut rencana Tuhan.
Yang lagi-lagi..
Ramah.
            Aku tak pernah ingin siap dengan kedatangan disaat kehilangan.

Dia seorang pendatang dan juga sosok penanti yang sopan.
“sesungguhnya tamu yang baik adalah ia yang tidak membuat tuan rumah merasa terganggu dengan kedatangannya”

Dia mengukir senyum dengan ketabahan yang menari-nari di pundaknya.
            Tak ada kaki sekuat kakinya berdiri di pekarangan rumah,
            ;menanti
            Untuk dipersilahkan masuk.

.
Bagaimana mungkin rumah yang belum beres ini harus menerima tamu lagi?

Tak ada kehilangan yang bisa secepat itu tergantikan.

Ada bekas yang tertinggal
;peluk
;cium
;dentang waktu yang tak pernah dipedulikan
;kita

.
“dan sesungguhnya, tuan rumah yang baik adalah ia yang tidak membuat tamunya terus menunggu hingga bosan”

Pada pekarangan yang tertata rapi dan penuh bunga-bunga berwarna hangat,
            Ku sambut tamuku.

Kusuguhkan makanan ringan dan secangkir teh hangat kesukaanku.

Cerita-cerita kecil menemani pertemuan.
            Kesederhanaan itu memang selalu menakjubkan,
            Hal kecil yang perlahan dipahami.. bahwa sesungguhnya tak ada hal kecil di dunia ini.

Kesepelean saja mampu memicu peperangan.

Maka benar kukatakan,
            Tidak ada yang benar-benar sepele di dunia ini.
            Bahkan pada sebuah kedatangan pun,      kupikir itu sama sekali bukan hal yang sepele.

.
”maaf tuan, aku harus menyambutmu seperti ini”

“sebelum berhenti disini, saya sempat mampir dan menunggu di beberapa rumah lainnya. Tapi tidak ada satupun yang menyambut saya seperti anda menyambut, menyuguhkan biskuit dan secangkir teh”

.
Di awal pagi yang gelap,
Sesekali kuputuskan untuk bercakap-cakap dengan Tuhan.

“apakah yang kini harus kulakukan jika sekarang aku terjebak di dalam duka dan suka?”

            Hanya semilir angin dingin yang membelai kulitku,
            Kuanggap itu cara Tuhan untuk menenangkanku.

Aku masuk ke dalam kamar,
Dan kuputuskan untuk membereskan rumahku kembali,
;esok
;dan seterusnya.
;untuk waktu yang lama.
Amin.
.
.
.
.
.
13 Januari 2020
Sewon, Jogja, di dalam kamar menikmati sepi
sebagai pengingat perasaan,
kuputuskan menulis ini