 |
"Aku ada. Kamu milikku, tidak ada yang bisa mengambilmu dariku" |
SUDUT MALAM
Hawa menyengat malam menusuk pori-pori menyebabkan
membekunya hati pada malam yang penuh misteri. Tak ada lagi terlelap dalam
tidur, yang ada hanya kesekian rasa penasaran yang melanda. Di sudut malam,
sudut tergelap malam, sudut yang melingkupiku dengan sejuta kegelapan yang
penuh misteri.
Terpaksa dengan berat hati aku kembali lagi
menjalani hari yang sama seperti biasanya. Kulangkahkan kakiku kearah dapur dan
kutemukan Sean seperti biasanya. Menyiapkan makanan, tentu saja.
“Hay, kau sudah bangun? Oh… ya Tuhan kau kembali
lagi terbangun dengan wajah yang pucat. Apa kau bermimpi buruk lagi?” Sean
mendatangiku dan mengelus kedua pipiku dengan lembut. Aku sangat beruntung
memiliki Sean, sahabat sekaligus seperti ibu bagiku. Walaupun aku belum pernah
merasakan kasih sayang seorang ibu sejak lahir, tapi kurang lebih pasti seperti
ini.
“aku tak apa-apa Sean, aku baik-baik saja. Hari ini
kau masak apa?” hanya itu usahaku untuk mengalihkan perhatian Sean setiap pagi,
dan biasanya berhasil.
“oh ya, semalam aku belum sempat membeli bahan
makanan. Yah, jadinya aku hanya membuat sandwich dan susu kental manis
kesukaanmu” Sean menarikku kearah meja makan lalu dia melepaskan celemek merah
mudanya dan dia duduk melahap makanannya hingga tak bersisa.
Setelah acara sarapan selesai, seperti biasa aku dan
Sean berpisah ketempat kerja masing-masing. Sean bekerja sebagai seorang perawat
di rumah sakit besar yang ada dikota tempat tingal kami, pekerjaannya sebagai
seorang perawat terkadang membuatnya tak bisa pulang kerumah atau menginap
dirumah sakit. Sedangkan aku… aku hanyalah pegawai swasta biasa disalah satu
bank berkembang dikota ini, gajiku tak ada apa-apanya dibandingkan dengan Sean
perawat terkenal sekaligus cantik.
Setelah menempuh satu jam perjalanan kekantor dengan
kendaraan umum, akhirnya aku sampai juga. Sampainya aku dikantor langsung
disambut riuh oleh managerku, Ben Moller.
“astaga, Luna! Akhirnya kau datang juga. Sudah sejak
pagi buta aku menunggu kedatanganmu. Cepat masuklah ada yang ingin aku
bicarakan denganmu, ini sangat penting” aku sudah tahu apa maksudnya sangat
penting itu, dia ingin aku mengerjakan semua pekerjaan Ellie agar dia bisa
bermesraaan dengan gadis penggoda itu.
“Kau tahu Luna, akhir-akhir ini bank semakin sibuk
sebab banyak nasabah yang mencairkan dan meminjam uang karena tak lama lagi
kita memasuki libur panjang natal dan tahun baru. Beberapa karyawan pun sulit
untuk membagi waktunya antara pekerjaan kantor dengan janji menemui klien
diluar kantor. Salah satunya kau pasti tau sendiri bukan? Yah… Ellie. Sama
sepertimu dia adalah andalan bank, bedanya dia handal memikat hati klien dan
kau menangani berkas para nasabah”.
“pak, bisa tolong langsung saja ke intinya” aku
mulai tak sabar dengan basa-basinya.
“Ellie punya beberapa tugas yang belum diselesaikan
di kantor sedangkan dia harus segera menemui klien besar kita di luar, jadi
jika kau benar-benar gadis ulet dan baik hati yang selama ini kekenal… bisakah
kau menyelesaikan tugas-tugasnya sedikit lagi?” dia selalu memasang wajah seperti
itu ketika memohon hal yang sama seperti sekarang. Menjijikan.
“ya, baik. Tapi, aku akan menyelesaikan tugasku
terlebih dahulu baru setelah itu jika aku punya waktu aku akan mengerjakan
tugas dia semampuku” aku sedikit ketus kali ini karena aku benar-benar sudah
muak dengan permintaan seenaknya ini.
“ohh…tentu saja kau pasti memiliki waktu luang.
Kalau begitu saya permisi dulu, bekerjalah dengan hati-hati ya”. Dia pergi
meninggalkanku dengan tawanya yang menjijikkan. Aku pun terpaksa berjalan
dengan pasrah kearah meja kerjaku yang tentu saja sudah dipenuhi dengan tugas
yang bahkan sebagian bukan milikku.
Hari-hari yang membosankan kembali berjalan yang
dengan sesekali kuselingi dengan berpikir suatu saat aku harus keluar dari bank
yang menjelma seperti penjara ini. Yah…suatu saat.
***
Sial. Waktu dijam tanganku menunjukkan pukul 20.15,
ini semua gara-gara tugas Ellie, aku jadi lembur dengan tidak berguna. Aku
bersumpah, aku tak akan lagi melakukan hal yang menyia-nyiakan waktuku seperti
ini. Untung saja masih ada beberapa kendaraan umum yang beroperasi sehingga aku
tak perlu mencari akal bagaimana untuk bisa sampai kerumah tanpa melewati
jalanan yang penuh dengan sampah masyarakat.
Sesampainya aku dirumah, aku tak tahan lagi untuk
segera mengguyur tubuhku dengan shower kusam milikku. Walaupun begitu aku tetap
menyukainya. Sambil membasahi sekujur tubuhku yang takkan pernah membuat lelaki
manapun terpesona ini, aku berpikir sesuatu yang akhir-akhir ini menjadi momok
ditiap malamku. Sesuatu yang mengawasi setiap pergerakkanku dan menatapku
seolah aku adalah mangsa yang sudah lama dia tunggu-tunggu. Lapar, buas dan
liar.
Tiba-tiba saja pikiranku jadi kalut karena
memikirkan itu. Bagaimana aku harus melewati malam yang sama kembali, jujur aku
takut. Aku teringat semasa sekolahku dengan Sean, waktu itu kami pergi mencari
buku di toko buku bekas. Saat sedang mencari buku, tiba-tiba mataku tertuju
pada buku dengan judul “MONSTER KEGELAPAN
MALAM”, dibuku itu dituliskan segala hal tentang monster-monster yang mengerikan
yang berhasil membuatku langsung menutup buku itu karena ketakutan saat melihat
salah satu monster yang jelek dan jahat dihalaman terakhir. Oh…aku berharap
perasaan yang menggangguku tiap malam hanyalah fantasi semataku. Aku mengambil
handuk dan melilitkannya ketubuhku lalu aku berjalan cepat kekamar.
Setelah mengenakan pakaian rumah, tiba-tiba saja teleponku
berdering tanda pesan masuk. Aku membacanya dan ternyata itu pesan dari Sean
yang mengatakan dia tidak bisa pulang malam ini karena dia bertukar sib dengan
temannya yang sudah punya janji keluarga. Oke, aku sudah terbiasa dengan ini
jadi tak masalah. Aku melangkah kedepan cermin besar yang dibelikkan Sean
untukku, aku mematut diriku dari atas hingga bawah.
Lunar Sea, itulah nama kepajanganku, agak anehkan.
Aku bahkan memiliki fashion yang aneh, ketika wanita-wanita dewasa seperti
Sean, Ellie dan yang lainnya terlihat semakin cantik, aku malah terlihat
mengerikan. Kau bisa bayangkan aku seperti nenek tua yang memakai kacamata
petak dengan rok gantung dibawah lutut dan sepatu pansus warna krim dan tidak
lupa rambut yang diikat ekor kuda. Mengerikan bukan.
Aku tak tahan
lagi melihat diriku sendiri. Kulangkahkan kakiku menuju pintu, tapi…sebelum aku
benar-benar sampai kepintu hawa dingin menusuk denyut nadi di leherku, sangat
dingin. Aku menahan napas dan berharap segera bisa keluar namun hawa dingin itu
bahkan seakan menahan kakiku. Aku mati rasa dan kudapati tubuhku terjatuh
dipelukkan seseorang yang bahkan aku tidak ketahui karena sesaat itu juga penglihatanku
menggelap. Aku pingsan.
***
“Luna! Lunaaaa! Hey, Luna bangunlah! Ini sudah
pagi…”.
Akh…kepalaku pusing sekali, aku bahkan masih
kesulitan untuk membuka mataku. Tapi, aku terbangun karena mendengar suara yang
sudah tidak asing lagi ditelingaku. Sean.
“iya sebentar” astaga, aku harus segera membuka
pintu itu. Tapi, ya Tuhan kepalaku pusing sekali. Hanya saja, sekarang aku
sudah mendapati diriku turun dari ranjang dan berjalan kepintu. Dan hal pertama
yang kulihat adalah wajah kesal dan tampang berantakan Sean.
“maaf. Aku tertidur sangat lelap tadi jadinya aku
tidak mendengar suaramu. Aku minta maaf sekali” ya…walaupun berantakan Sean
tetap terlihat cantik, berbanding 180° dariku.
“ouh…yasudahlah. Aku terlalu lelah menanggapi
kesialan yang kuhadapi barusan, aku tidur dulu ya. Hmm…tapi ngomong-ngomong ini
sudah hampir jam Sembilan, apa kau tidak berangkat ke kantor?”. Astaga! Oh
Tuhan apa aku tertidur selama itu?. Seketika itu juga aku merasa diriku melesat
tiga kali lipat dari biasanya. Ouh…semoga saja Ben tidak membuat hariku semakin
buruk saat dikantor.
***
Aku tidak bisa berhenti melamun sepanjang hari ini.
Jika kau jadi aku, kau pasti akan memikirkan hal yang sama sepertiku.
“Luna! Kau dengar perkataanku tidak? Kau ini aku
sudah bicara panjang lebar tapi kau malah melamun. Huh”
“astaga maaf, maafkan aku Lucy. Aku tidak bermaksud
begitu, kau tau sendirikan akhir-akhir ini aku tidak bisa tidur nyenyak jadinya
aku kurang bisa berkonsentrasi. Tapi, bisa kau ulangi apa yang barusan kau
katakan?” astaga, aku tidak biasanya melamun dan tidak konsentrasai seperti
ini.
“Aku bilang, kau coba pasangkan kamera perekam
dikamarmu. Yah siapa tau ada manfaatnya untuk mengatasi ketakutanmu. Aku sudah
selesai makan siang dan masih punya banyak kerjaan jadi aku kembali duluannya”
aku hanya menganggukkan kepala sebagai balasannya. Jika kupikir-pikir saran
Lucy boleh juga dicoba, lagian tidak ada ruginya bukan.
Aku lalu melahap sisa makan siangku dan langsung
kembali melanjutkan kerjaan yang membuatku seakan mengalami gangguan kejiwaan
tingkat akut.
***
“Sean! Aku boleh
meminjam kamera perekammu ya. Ada sesuatu yang ingin kurekam hari ini.
please...”
“oke! Tapi, harus
langsung kau kembalikan ketempatnya selesai kau gunakan”.
Yes! Aku langsung berlari
dan segera mengambil kamera perekam milik Sean di lemari pakaiannya. Aku sampai
tidak memperdulikan Sean yang akan berangkat kerja lagi malam ini sangkin
senangnya. Setelah menemukan kamera itu, aku langsung menuju kamarku dan
memperhatikan keseluruhan kamar.
“kira-kira dimana
tempat yang cocok untuk meletakkannya ya? Huh, semua tempat terlihat tidak...”
sebelum aku benar-benar menyelesaikan pemikiranku, aku menemukan tempat yang
sesuai. Diatas cermin besar milikku. Kusejajarkan kamera dengan baik. Dan
setelah itu aku melakukan rutinitas biasaku dirumah. Membaca atau menulis,
hanya itu. Tapi, tak terasa mataku semakin berat dan tanpa sadar akupun sudah
terlelap dengan buku-bukuku dan kacamata yang masih menempel.
~~~
Gadis yang selalu
mengira dirinya aneh akhirnya sudah tertidur lelap. Aneh? Mengapa dia
mengatakan dirinya aneh? Apakah karena
kacamata itu?.
Dari sudut tergelap
ruang kamar Luna, sesosok tubuh tegap menjulang berjalan tanpa derap kearahnya.
Tangan yang terlilit indah dengan otot perlahan menyingkirkan buku-buku serta
kacamata yang masih terpasang di wajah yang selama ini mampu memabukkannya.
Setelah semua sudah
tersingkir dari tubuh gadis itu, dengan mata yang mampu menggelapkan harapan
itu, dia mendekatkan wajahnya kearah Luna dan melakukan hal yang mampu membuat
seorang gadis mengerang kenikmatan. Ketika ia hampir tak mampu untuk berhenti
seperti biasanya, tiba-tiba saja dia teringat dengan sinar yang akan
mengenyahkannya dari alkohol dihadapannya
itu.
Tanpa derap, dia
kembali ke sudut gelap yang tersisa diruangan itu. Dan sinar pun mengisi setiap
sudut-sudut gelap dikamar Luna sekaligus membangunkannya dari kenyenyakkan.
~~~
“ahh...nyaman
sekali aku tidur semalam” aku bangkit dari ranjangku dan langsung melangkah ke
kamar mandi.
Setelah usai
berpakaian aku berniat untuk menyiapkan sarapan, tapi aku mengurungkan niatku
karena teringat kamera perekam itu memiliki hasil atau tidak. Aku mengambilnya
lalu langsung pergi untuk sarapan. Untung saja Sean membawa kunci cadangan jadi
aku bisa langsung pergi tanpa takut Sean tiddak bisa masuk kerumah lagi.
***
Sewaktu makan siang
kantor, aku menyaksikan apa yang direkam dikamera itu. Aku benar-benar tidak
bisa berpikir waras saat mengetahui apa yang selalu membuatku merasakan hawa
dingin setiap malam dan rasa penasaran yang memabukkan.
Ternyata yang
menyebabkan itu semua adalah...adalah seekor kucing hitam pekat yang selalu
masuk lewat jendela kamarku dan menyebabkan angin dingin malam memasuki ruang
kamarku. Lalu ketika matahari akan datang kucing itu keluar dan jendela kamarku
tertutup sendiri karena angin. Aneh, benar-benar kenyataan yang aneh.
Tapi, perasaanku
sudah tenang sekarang. Sudah tidak ada lagi yang perlu ditakutkan. Aku pun
kembali menyelesaikan pekerjaan yang tetap menumpuk tapi kali ini
dengan wajah agak tersenyum. Hihihi...
Malam hari kembali tiba. Luna tertidur lelap juga
kali ini, tertidur lelap hingga dia tidak sadar kalau kejadian tiap malam itu
masih terus berlanjut.
Kucing hitam? Tidak, bukan kucing hitam. Ketika
semasa sekolah Luna membaca buku mengenai monster-monster yang menyeramkan,
tetapi sebelum sampai dihalaman yang benar-benar terakhir dia langsung menutup
bukunya karena ketakutan. Dia sama sekali tidak tahu dihalaman itu terdapat
segala hal tentang kucing yang ternyata adalah penjaga malam suruhan dewa untuk
mengawasi keadaan manusia.
Kucing itu adalah jelmaan seorang pria tampan
kepercayaan dewa hanya saja kucing hitam itu terpikat dengan kecantikan alami
Lunar Sea. Yah…Luna tidak akan pernah mengetahuinya karena Luna tetap akan
menganggap bahwa itu hanya kucing hitam.
“untuk saat ini aku belum ingin kau tahu. Tapi
ketika tiba saatnya aku sudah sangat kecanduan padamu, saat itu juga kau tidak
akan bisa melepaskan diri dari kenikmatan gelap yang kuciptakan”. Pria itu
menyentuh lembut wajah Luna dan tanpa pikir mengecup singkat bibir merah muda
Luna. Dan dia pun menghilang.
SELESAI